Kamis, 31 Oktober 2019

OMAK- OMAK MENDAKI MINI VOLCANO, JABOI, SABANG

SABANG (Bagian Pertama)



Masih segar dalam ingatanku meskipun 5 tahun sudah berlalu ketika Adly selaku OC (Organizing Committee) Toastmaster International, District 87, Division H Medan Conference 2013 yang diadakan di Grand Aston Hotel Medan mengajak semua panitia tour ke Aceh sebagai wujud kebahagiaan atas suksesnya acara Medan Conference 2013.

Kami  menjelajah beberapa objek wisata mulai dari Sabang sampai Banda Aceh dan yang  paling terkesan adalah ketika mereka melarang aku dan sis Irna ikut berpetualang menjelajah ”Mini Volcano” di Sabang karena meragukan kemampuan kami yang berstatus “omak-omak” dan paling senior di usia kami yang sudah melewati 50 tahun (50 - 60 tahun), jadi lebih baik duduk manis di mobil menunggu mereka. 

Makin dilarang kami berdua semakin semangat ingin ikut. Bagaimana jalan ke Mini Volcano? Yok guys ikuti langkah kami.



Mini Volcano Jaboi
Terletak di Desa Jaboi, Kecamatan Sukakarya 15 kilometer dari kota Sabang. Gunung berapi yang masih aktif ini tidak dalam status berbahaya dan tidak terlalu tinggi hanya 200 mdpl (meter di atas permukaan laut). Namun demikian jalur pendakian cukup menegangkan ke destinasi wisata yang cukup esktrim ini (www.viva.co.id.travel).



Adly sebagai ketua rombongan memberikan aba-aba agar semua mengikuti jalur trekking yang tersedia, tetap berhati-hati dan jangan berpencar. Sebagai “barbuk” omak-omak senior ikut berpetualang dengan para generasi muda, akupun bakodak di papan penunjuk arah masuk ke lokasi volcano dan tertera waktu 05.25 pm kami mulai melangkah.


Trekking ke Volcano
Sekitar lima sampai limabelas menit berjalan, mulai terlihat pohon-pohon kayu kering yang berserakan dan batu-batu besar yang harus dilalui dengan agak mendaki dan ada menuruni parit besar yang berbatuan dialiri air. Aku dan sis Irna tetap berhati-hati menapaki jalur yang cukup menegangkan bagi omak-omak seusia kami, namun tetap semangat. Sesekali kami berhenti ketika melihat pohon besar yang sudah mati tapi unik bentuknya, juga batu-batu besar keren untuk objek bakodak.


Pohon mati unik 

Batu besar juga keren


Lubang Belerang
Setelah menapaki jalan naik turun, kami mulai melewati jalan lebar terbentang yang penuh dengan lubang-lubang kecil yang berisi air panas riak-riak kecil mengeluarkan aroma belerang, oleh karena itu harus hati-hati memilih jalan.  Kita juga bisa menikmati keindahan kawah yang masih aktif dan disekitar kawah ada aliran air panas berbau belerang.

Jalan penuh lubang belerang


Kami berhenti begitu melihat lubang besar yang airnya mengelegak mengeluarkan hawa panas berbau belerang yang menyengat. Sis Irna sampai jongkok memperhatikan lubang besar berisi air panas belerang dan so pasti kukodak lah. Dinding kawah yang berlubang-lubang belerang juga tak luput dari objek yang langka untuk kami bakodak.


Sis Irna dan lubang besar berisi air panas belerang

Kami senderan di dinding kawah berlubang belerang


Pemandangan yang eksotis
Kami asyik menikmati lubang-lubang belerang dan pemandangan yang eksotis terhampar luas jalan bebatuan putih dipenuhi lubang-lubang berisi air panas belerang dan terlihat pohon-pohon hijau di pinggir mengelilingi kawasan gunung berapi Jaboi, sulit dilukiskan dengan kata-kata indahnya alam Indonesia ciptaan Ilahi. Tua muda menikmati momen yang indah ini.


Bersama Dameria seusia anakku

Tua muda menikmati indahnya ciptaan Ilahi

Sampai di puncak
Terdengar suara Adly dan beberapa teman-teman mengelegar di puncak bebatuan, ternyata mereka sudah sampai di puncak, kami yang masih di bawah tetapi tidak terlalu jauh sehingga bisa melihat mereka yang tertawa kegirangan. Akupun memanfaatkan momen yang indah dengan semangat bakodak karena sudah mendekati puncak gunung.

Adly duluan tiba di Puncak Gunung
Aku kegirangan hampir tiba di puncak


Alhamdulillah akhirnya dua orang omak-omak senior berhasil tiba di puncak gunung dan menikmati indahnya pemandangan laut biru yang terbentang luas di kejauhan. Sekitar 30 menit perjalanan yang kami tempuh, bisa dilihat dari jam yang tertera di fotoku 05.59 pm.

Berhasil tiba di puncak gunung


Lagu Indonesia Raya
Adly memberikan komando agar semua rombongan menyusun barisan berdiri di puncak gunung bebatuan dan paduan suara dadakan melagukan “Indonesia Raya” sebagai rasa syukur menikmati indahnya alam Indonesia tercinta. 

Adly yang kreatif mengambil video kami yang sedang bernyanyi, tapi sayang aku gak bisa mendownload videonya dari facebook, jadi kurekam ulang dengan PC pakai HP dan hasilnya ya lumayanlah untuk barbuk (youtube faridayuliani.fy Lagu Indonesia Raya di Volcano, Jaboi, Sabang).


Paduan suara dadakan di puncak gunung



Selesai menyanyikan lagu Padamu Negeri dan Dari Barat sampai ke Timur dengan suara yang pas-pasan, kami bersiap-siap untuk turun karena takut keburu gelap bisa nyasar disebabkan kawah di kelilingi pohon-pohon. 

Alhamdulillah rombongan tiba di bawah dengan selamat. David satu-satunya peserta yang tidak ikut mendaki dan duduk manis mengatakan bahwa dia mendengar suara kami yang melagukan Indonesia Raya. Deras juga ternyata paduan suara dadakan ya... hehehe....

Semangat dan enjoy

Inilah kisah petualangan omak-omak di atas usia 50 tahun yang semangat dan enjoy,  berhasil mendaki Mini Volcano Jaboi bersama anak-anak muda. Keberhasilan kami ini ternyata sesuai dengan pendapat (wikiHow.combahwa salah satu “Cara Menikmati Hidup Setelah Melewati Usia 50 tahun” adalah melakukan aktivitas yang menyenangkan bepergian ke lokasi yang belum pernah dikunjungi 

Ingin tahu ke mana lagi kami menjelajah di Sabang? Yok guys ikuti kisah Sabang (Bagian-2) ya.

Selasa, 22 Oktober 2019

DANAU LINTING SEBIRU BLAUSEE LAKE SWITZERLAND


Ketika melihat foto temanku di Instagram dengan pemandangan yang indah di Blausee, dengan komen: “The Blue Lake and its stunning crystal-clear blue water”, koq aku jadi "baper" teringat perjalanan kami dengan Minauli Consulting family ke Danau Linting tiga tahun yang lalu. 

Akupun “kepo” dan mengomentari: “Paulina ternyata di Deli Serdang ada lho danau yang biru, hehehe....”  Yok guys kita lihat apa betul Danau Linting sebiru Blausee Lake Switzerland?


Minauli Consulting Family

Danau Linting
Kawasannya alami dan mempesona berada di Desa Tiga Juhar, Kabupaten Deli Serdang.  Jarak dari kota Medan adalah 70 km dengan waktu tempuh sekitar 1,5 jam

Ibu Irna Minauli selaku Direktur Minauli Consulting (MC) mendapat informasi dan promosi objek wisata ini dari salah seorang kliennya yang letak rumahnya berada dekat daerah tersebut. Kebetulan kami semua staff MC belum pernah menjelajah ke Danau Linting jadi tertarik untuk membuktikan keindahannya 


Jalan Menuju Lokasi
Jalanan menuju ke kawasan ini cukup berliku dan banyak persimpangan. Kami 11 orang berangkat dari Kantor MC sekitar pukul 10.00 WIB naik kenderaan Hiace muatan 12 orang. 

Kami belum bersahabat dengan jalan yang dilalui, begitu juga supir yang membawa kami, untung ada google map sebagai penunjuk jalan sehingga kami tiba di lokasi dengan selamat. Masuk ke lokasi wisata ini dikutip bayaran Rp 5.000,-/orang.


Tiba di lokasi

Birunya Danau Linting
Begitu melihat pemandangan Danau Linting, Masya Allah betul indah dan biru kehijau-hijauan warnanya, dikelilingi pohon beringin yang rindang dan bambu yang menari-nari ditiup angin. Terbukti kebenaran promosi klien Bu Irna dan betul warnanya sebiru Blausee Lake Switzerland. Yok guys kita buktikan.

Paulina di Blausee Lake Switzerland

Aku dan suami di Danau Linting


Fasilitas Danau Linting
Di pinggir Danau Linting terdapat berderet gubuk-gubuk untuk disewakan kepada pengunjung dan ada juga sewa tikar seharga Rp. 10.000 – Rp. 20.000,- sesuai ukuran tikarnya. 

Ada beberapa warung kecil yang dikelola oleh warga setempat menyediakan indomie dan makanan ringan juga teh/kopi serta beberapa penjual jagung rebus berkeliling menawarkan dagangannya. Tersedia beberapa toilet dengan kondisi yang sederhana dan beberapa ayunan di pinggir danau.



Berderet gubuk-gubuk
(photo jejakpiknik)


Lesehan Santap Siang
Kami 11 orang dengan bobot rata-rata makmur tadinya ingin menyewa gubuk, tapi takut roboh duduk di dalam gubuk, memilih sewa tikar dan menggelarnya di atas rerumputan di pinggir Danau. 

Kami menggelar tikar, lesehan makan bersama
Tradisi MC adalah masing-masing membawa makanan sesuai yang dikompromikan dan dihidangkan untuk santap siang bersama lesehan sambil menikmati pesona Danau Linting yang alami. Alhamdulillah nikmatnya.

Tradisi MC, semua membawa makanan


Air Danau Linting
Air Danau Linting hangat sekitar 30 derajat Celcius dan mengandung belerang, tapi aromanya tak tercium namun jika dirasakan diujung lidah akan terasa belerangnya. Oleh karena itu dilarang berenang karena besar kemungkinan ada aktivitas vulkanik di dasar danau, hanya boleh berendam di tepi danau. (www.jejakpiknik.com).

Air danau hangat mengandung belerang

Hanya Meli dan putranya yang berendam di tepi danau, sebetulnya Ayu semangat juang mau ikut berendam, tetapi kami melarangnya karena dua bulan lagi dia akan menikah.
   
Meli dan putranya sedang berendam
Kami berkeliling jalan kaki mengitari danau dan berhenti jika ada angle yang pas dan unik untuk bakodak. Semua bebas berkreasi menikmati nuansa danau yang mempesona dan ada yang bakodak sambil menyantap jagung rebus.  


Angle yang unik untuk bakodak

Ayo semua merapat, cisss...

Bakodak dan menyantap jagung rebus

Ayu yang masih penasaran mau berendam, sengaja main ayunan dan mencelupkan kakinya ke air danau, kami juga mencuci tangan merasakan air danau yang hangat. Melihat ayunan, aku dan suami juga gak mau kalah dengan yang muda, kami berdua difoto oleh Bu Irna.

Gak mau kalah dengan yang muda

Goa Tao Delapan Putri
Ketika berkeliling, kami berhenti begitu milihat papan bertuliskan Goa Tao Delapan Putri. Kami bertanya kepada seorang pemandu yang berada di tempat itu, ternyata dari sini ada Goa Emas, Goa Perak dan telaga kecil 8 Putri. 

Masuk ke objek wisata ini harus dengan pemandu dan dikenakan bayaran sekitar Rp. 7.000,-/orang. Berhubung waktu belum mengizinkan, kami tidak menjelajah ke dalam goa dan cukup suamiku bakodak di depan papan informasi.

Suamiku di depan papan informasi

Pohon beringin yang rindang
Keistimewaan Danau Linting adalah teduh karena dikelilingi pohon-pohon besar yang usianya sudah tua dan ada pohon beringin yang akar-akarnya besar menjulur rapi bisa untuk berleyeh-leyeh dan cocok untuk objek bakodak yang unik.  


Suamiku berleyeh-leyeh

Beringin objek yang unik bakodak

Ternyata Ayu dan Ronal kagum dengan suasana Danau Linting mengambil beberapa photo mereka berdua dan menjadikannya photo pre wedding karena hasil jepretan Bu Irna Psikolog andal memang bagus, seperti photo di bawah ini.


Ayu dan Ronal (pre wedding)

Setelah puas berkeliling, kamipun berkemas untuk balik ke Medan. Makanan masih lumayan banyak tersisa, dengan cekatan Aku, Bu Irna dan Meli membungkus yang kami suka sambil tertawa bahagia tanpa beban dan selebihnya Ayu yang membagi-bagi untuk teman-teman yang lain dengan merata. Kelakuan emak-emak MC yang sudah difahami oleh yang muda-muda, hehehe....

Begitulah kisah perjalanan kami ke Danau Linting merupakan objek wisata yang potensial, unik dan langka, tapi sayang belum dikembangkan secara maksimal sehingga belum menarik wisatawan bahkan kami yang tinggal di Medan saja, baru pertama kali ke mari.  





Jika ada sentuhan dari Pemerintah setempat, pasti objek wisata alami yang mempesona Danau Linting dan Goa Tao Delapan Putri bisa menarik wisatawan asing dan kita wisatawan domestik juga tak perlu merogoh kocek mahal-mahal untuk bisa merasakan danau biru serasa di luar negeri. Bak kata peribahasa: “Hujan Emas di Negeri Orang, Lebih Baik Hujan Batu di Negeri Sendiri”.


Minggu, 13 Oktober 2019

OBJEK WISATA DI KUALA LUMPUR




Bagi yang hobby jalan-jalan biasanya kalau ke luar negeri, pasti mengunjungi objek wisata yang terkenal. Demikian juga dengan aku yang sudah beberapa kali ke Kuala Lumpur, Alhamdulillah telah mengunjungi beberapa objek wisata, seperti: Petronas Twin Tower, Batu Caves, Dataran Merdeka, Gedung Sultan Abdul Samad, KL Tower, Masjid Negara, Istana Negara, Museum Negara, KLCC, Masjid Putra Jaya, China Town, Little India, Railway Station, Genting Highland, Cameron Highland, Teluk Batik Lumut, Pangkor Island, Masjid Shah Alam.

Namun demikian ternyata masih banyak objek wisata yang belum kukunjungi, oleh karena itu lanjutan perjalanan dari Shah Alam ke Kuala Lumpur, kami jalan-jalan ke beberapa tempat selama empat hari. Yok ikuti perjalanan kami.



Concorde Hotel
Hotel berbintang empat terletak di Jalan Sultan Ismail, di jantung kota Kuala Lumpur. Letaknya yang strategis hanya sekitar 120 meter jalan kaki sudah sampai ke Bukit Nanas Monorail Station dan dari stasiun ini kita bisa pergi ke mana kita suka, asyikk kan? Alhamdulillah Devan anak yang baik hati meng-upgrade kamar kami menjadi premier room, akupun menikmati indahnya kelap-kelip lampu Menara KL dari jendela sebelum tidur.

Concorde Hotel
Premier Lounge
Fasiltas hotel yang istimewa karena menginap di premier room adalah bebas rehat di lounge kapan saja. Aku dan Yoga paling syoorr rehat sekelak di lounge habis jalan-jalan sambil menikmati snack, teh dan soft drink. Heemmm sedaapp. Begitu juga ketika Kak Nur, kawan Bibie semasa IMT-GT yang tinggal di KL datang ke hotel membawa kue-kue dan bakwan, kami santap sambil rehat di lounge.

Rehat dengan Kak Nur di lounge.

Breakfast & Swimming Pool
Alhamdullillah menikmati breakfast dengan view menghadap swimming pool dan yang istimewa menyantap mie kuah, sedaapp. Bibie selesai sarapan langsung berenang dan aku cukup puas bakodak saja lah, kelihatan juga Menara KL dari sini.



Mie kuah sedaapp

Kelihatan KL Tower


Bukit Bintang
Bukit Bintang merupakan kawasan pusat perbelanjaan dan hiburan di Kuala Lumpur. Ada Pavilion KL tempat belanja barang branded, karena gak berniat belanja kami hanya lewat saja dan tak ingin jadi “pateten” pasukan tengok-tengok kata orang Medan, hehehe....

Namun demikian perut lapar gak bisa kompromi, kami makan siang nasi ayam Hainan di Chee Meng restoran yang terkenal di Bukit Bintang, harganya cukup mahal dibandingkan di Gurney Plaza Penang, berdua sekitar RM 38.



Alor Food Street
Alor Street terkenal sebagai tempat wisata kuliner di KL. Jika ingin merasakan meriahnya tempat ini disarankan pergi di malam hari karena semua tempat makanan buka sampai pukul 02.00 am.

Sepanjang jalan dihiasi lampion merah dan banyak orang berkunjung untuk menikmati makanan di sini karena waktu pagi/siang hari, hanya beberapa stand saja yang buka dan sebagian besar adalah Chinese Food, untuk yang muslim harus berhati-hati karena umumnya masakannya non-halal. Sebagai pilihan ada beberapa restoran orang India yang menjual nasi goreng kampung, nasi ayam, nasi lemak, tomyam (www.tripadvisor.co.id).

Alor Food Street

Ketika kami ke Alor Street sore hari, suasana sudah mulai ramai. Bibie kesempatan menyantap durian “mao shan king” yang harganya murah RM 25/buah meskipun kecil tetapi rasanya sama seperti waktu kami makan durian di Penang yang super mahal RM 150/buah, tetapi besar.



Kue-kue adalah makanan kesukaanku, begitu melihat penjual kue “putu piring”, aku berhenti membelinya. Sambil menunggu antrian kuperhatikan penjual yang sedang memasak kue putu piring, kayaknya mirip “putu bambu” di Medan, hanya cara memasak dan bentuknya yang berbeda, rasanya juga hampir sama hanya putu bambu di Medan ada tambahan kelapa parut di luarnya.  Yok guys lihat rekaman videoku (youtube Farida yuliani.fy, Putu Piring, Alor Street, 5.8.2019).


Kue putu piring yang sudah masak


Masjid Asy–Syakirin
Masjid ini merupakan tanda arsitektur Islam di Kuala Lumpur. Nama Asy-Syakirin bermakna “orang-orang yang bersyukur” terletak di ujung utara taman KLCC berdekatan dengan pusat perbelanjaan Suria KLCC dan Petronas Twin Tower. Masjid ini mampu menampung sebanyak 12.000 orang sejak direnovasi pada tahun 2009 yang terdiri dari dua lantai dan luasnya 21 hektare (Wikipedia).




Twin Tower di belakang 
Masjid Asy-Syakirin



Tahun lalu Bibie pernah shalat Idul Fitri di masjid ini, jadi masih hafal jalan pintas dengan berjalan kaki dari hotel melewati taman KLCC sekitar 15 menit sampai di masjid. Alhamdulillah bisa shalat duha di masjid ini dan sudah tentu aku bakodak sebagai kenang-kenangan.




Lantai satu Masjid Asy-Syakirin


Bakodak sekejap

Petronas Twin Tower
Meskipun sudah beberapa kali bergaya di Petronas Twin Tower, tetapi ketika melewati taman KLCC menuju masjid Asy-Syakirin terlihat menaranya menjulang tinggi, akupun bakodak lagi.





Twin Tower dari taman KLCC


Central Market
Central Market dikenal dengan Pasar Seni di Malaysia, terletak di Jalan Tun Tan Cheng Lock. Bangunan bersejarah berdiri sejak tahun 1888, awalnya berfungsi sebagai pasar basah. 



Wisatawan berbondong-bondong ke Central Market yang merupakan pusat wisata oleh-oleh dan tersedia beragam kerajinan tangan, seni, kebaya, songket dan souvenir asli Malaysia dari etnis Melayu, Cina dan India hingga perlengkapan rumah. Panggung terbuka di Central Market adalah tempat pengunjung menikmati acara seni  dan budaya keragaman etnis di Malaysia (www.Malaysia.travel).

Central Market berdiri sejak 1888

Yoga menyarankan kami untuk pergi  ke central market kalau mau beli oleh-oleh karena katanya murah dan bisa ditawar. Aku dan Bibie memang belum pernah kemari, jadi ingin mencoba meskipun agak jauh. Kami naik grab car sekitar 30 menit RM 20. 

Begitu sampai di tempat kulihat tertera tulisan 1888 di atas bangunannya, ternyata sudah lama bingits ya... tetapi kami berdua koq baru tahu? kasihan ya. Setelah membeli oleh-oleh kami singgah menikmati nasi briyani di Restoran Yusoof dan Zahkir di seberang central market.


Restoran Yusoof dan Zahkir

Padang Jawa, Shah Alam
Melihat Yoga pulang pergi naik train ke Padang Jawa, aku dan Bibie ingin juga mencoba dan minta Yoga memandu kami. Selesai sarapan pagi kami jalan kaki ke stasiun monorail Bukit Nanas, dari sini kami beli tiket ke KL Sentral RM 2,80/orang, sekitar 10 menit tiba di KL Sentral.




Kami otw dari Bukit Nanas ke KL Sentral


Yoga mengajariku membeli tiket menggunakan ticket machine, harga tiket  RM 4,80/orang dengan tujuan Pel. Klang sesuai rute yang tertera di platform 3 dan turun di stasiun Padang Jawa. Sambil menunggu train tiba, Yoga ngomong: “Perhatikan ya wak, nanti pulangnya belajar sendiri.”  Begitu kami berangkat, Yoga kembali ke hotel dan 55 menit menempuh perjalanan kami tiba di stasiun Padang Jawa. 


Yoga di ticket machine

Platform 3

KL Sentral ke Pel. Klang turun di Padang Jawa

Dari stasiun sudah terlihat gedung Suria Jaya dan kami jalan kaki 5 menit sudah sampai di kos-kosan Yoga. Kami sempatkan makan nasi lemak, belanja di Mydin  dan jajan martabak manis yang penjualnya orang Padang. 


Gedung Suria Jaya terlihat dari 
stasiun Padang Jawa


Jajan martabak manis

Setelah leyeh-leyeh dan mandi kami balik jalan kaki ke stasiun Padang Jawa naik train menuju KL Sentral. Tiba di KL Sentral beli tiket train ke Bukit Nanas dan lanjut jalan kaki ke hotel. Alhamdulillah selesai pelajaran naik train dari KL ke Padang Jawa, Shah Alam (pp).

  
Stasiun Padang Jawa




Padang Jawa ke KL Sentral

Restoran Kak Mah Tomyam
Restoran yang menyajikan masakan khas Thailand berlabel halal terletak di Jalan Sultan Ismail, Kampung Baru cukup terkenal di KL. Hanya 10 menit naik mobil dari Concorde Hotel

Kak Nur menjemput kami untuk makan malam di sini karena dia bilang: “Bubur berlauk di sini sedap lah, harus coba.” Begitu sampai Kak Nur langsung ke etalase mengambil sendiri sayur-sayuran segar, ikan/telur asin, jamur yang langsung dimasak di dapurnya.. Bibie memesan ikan segar, tomyam dan mango sticky rice. Alhamdulillah betul sedaapp bubur berlauk, apalagi mango sticky rice aku yang menghabiskan.  

Sangkin syoorr melihat sayuran segar, lauk pauk dan mangga kuning menggoda,  aku merekam videonya (youtube Farida yuliani.fy Restoran Kak Mah Tomyam).

Bubur berlauk

Makan malam dengan Kak Nur




Begitulah kisah perjalanan kami selama empat hari di Kuala Lumpur, melalak ke beberapa tempat yang belum pernah kami kunjungi. Alhamdullilah nikmat rasanya dan ternyata banyak yang harus dipelajari dalam hidup ini karena belajar sepanjang hayat. Cocok kam rasa? Bak kata pepatah: “Jauh berjalan banyak dilihat, lama hidup banyak dirasai.”