Sabtu, 04 Agustus 2018

KENANGAN INDAH MASA KANAK-KANAK


Pendapat Dr. Renee Spencer, seorang psikolog spesialisasi pada anak-anak  dari Harvard University bahwa anak-anak usia 3-7 tahun cenderung lebih mengingat hal-hal yang menjadi rutinitas hingga dewasa dan  pada usia 7-10 tahun, bagian hippocampus pada otak yang berfungsi memproses memori jangka panjang semakin berkembang, sehingga memori yang paling berkesan akan terus menempel di otak anak hingga dewasa.
Hal ini terbukti kebenarannya sebagaimana kejadian yang kami alami berdua (aku dan abangku) ketika berkunjung ke suatu tempat. Ingin tahu kenangan indah apa yang kami alami? Yok ikuti kisah perjalanan kami.


Yok... ikuti kisah perjalanan kami

Teluk Dalam
Teluk Dalam adalah sebuah desa di Kecamatan Teluk Dalam, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara, Indonesia. Sekitar tahun 1960 papa kami bertugas sebagai Administratur  Perkebunan di Kebun Karetia, Teluk Dalam. Kalau sekarang sama dengan jabatan Manager Perkebunan. 

Alkisah papa yang merintis hutan dengan menanam karet, sehingga kebunnya bernama Karetia. Sekarang namanya PT. Padasa Enam Utama, dan ditanami dengan kelapa sawit. Aku dan Bang Herman Lubis mempunyai kenangan indah ketika masa kanak-kanak (aku berusia 4-7 tahun dan Bang Herman 5-8 tahun) di rumah Teluk Dalam.


Impian menjadi kenyataan
Kami enam bersaudara dan adikku laki-laki nomor tiga (Hendra) mewarisi keahlian papa, bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit. Suatu hari dia bercerita kalau kawannya Bpk. Rudy sekarang menjadi Manager Perkebunan PT. Padasa Enam Utama, Kebun Teluk Dalam. 

Mendengar nama Teluk Dalam, bayangan masa kanak-kanak yang indah bersama Bang Herman menari-nari di pelupuk mataku. Aku pun meminta agar Hendra membawa kami jalan-jalan ke Teluk Dalam.  Rencananya kami akan menginap, tetapi berhubung sesuatu hal maka rencana “gatot” karena Bpk. Rudy sudah pensiun, aku pun kecewa.  

Namun beberapa bulan kemudian, Hendra memberi harapan lagi, bisa ke Teluk Dalam tetapi tidak menginap karena dia tidak kenal dengan Manager yang baru yaitu Bpk. Girsang. Akupun semangat meskipun tidak menginap, yang penting atas rekomendasi Bpk. Rudy, kami bisa berkunjung melihat rumah masa kanak-kanak yang berkesan.

Pendek cerita, tanggal 4 Juli 2018 kami lima bersaudara, ponakan dan mama berangkat menaiki mobil Hiace milik adikku nomor lima (Elly Lubis) yang kebetulan tidak ikut. Sangkin semangatnya, pukul 7.00 WIB kami sudah berangkat dari Medan.
Kami berangkat naik mobil Hiace

Memasuki Kebun Teluk Dalam
Alhamdulillah, sekitar pukul 15.00 WIB kami tiba di Teluk Dalam dan memasuki kebun sawit, PT. Padasa Enam Utama. Setelah Hendra melapor pada Security dan menanyakan rumah Manager Perkebunan, mobil pun melaju menuju rumah Manager. Hendra meminta aku yang minta izin kepada istri Pak Girsang untuk melihat rumah masa kanak-kanak kami dulu yang sekarang katanya sudah dibuat menjadi mess

Aku dan tiga orang adikku (Rina, Suci dan Mega) turun untuk meminta izin. Sambil bercerita maksud kedatangan kami kepada Ibu Girsang di ruang tamu, aku memperhatikan sekeliling, “koq seperti kukenal ya tempat ini”. Setelah mendapat izin, kamipun pamit menuju rumah yang ditunjuk oleh Security.

 
Memasuki Kebun Sawit 
PT. Padasa Enam Utama

Ingatan Masa Kanak-kanak
Mobil berhenti di mess karyawan, namun aku enggan turun dan melihat dari kaca jendela mobil saja karena aku yakin bukan rumah masa kanak-kanak kami, tetapi Hendra bilang: “Ini rumahnya kak, sudah direnovasi jadi mess”, namun aku tidak percaya. Bang Herman turun untuk memastikan dan meminta izin melihat suasana di dalam rumah, setelah ke luar dia pun berkata: “Bukan ini rumahnya”. 

Akhirnya aku berkeras meminta kembali lagi ke rumah Manager (Bpk. Girsang), karena aku tadi merasa kenal dan ingat dengan ruang tamu, pintu dan jendela yang tinggi, juga jalan masuk melewati sungai kecil, lalu mendaki menuju rumah di atas bukit meskipun tidak ada lagi pohon kelapa di kiri dan kanan jalan.



Jalan mendaki dan rumah di atas bukit

Dari mess kembali ke rumah Pak Manager

Hendra segan masuk tetapi aku dengan semangat  turun dan mengetuk pintu. Alhamdulillah Ibu Girsang baik hati mempersilakan masuk dan percaya mendengarkan ceritaku bahwa bukan mess itu rumah yang kami cari tetapi  rumah yang ditempati Bu Girsang adalah rumah masa kanak-kanak kami dan aku minta izin melihat ruangan dalam untuk memastikan. 

Ketika Bang Herman dan mama masuk, mereka spontan berkata: “Iya ini betul rumahnya”. Ingatan masa kanak-kanak kami berdua dan kesaksian mama merupakan bukti yang nyata.


Rumah masa kanak-kanak 

Berkeliling rumah
Melihat aku, Bang Herman dan mama yang bersemangat, Ibu Girsang pun bahagia mempersilakan aku yang ingin berkeliling mengambil video ruangan-ruangan yang mempunyai kenangan indah masa kanak-kanak, mulai dari ruang tamu, ruang makan, teras sampai kamar tidur dan bahagian belakang yang terpisah oleh lorong dari rumah induk.(youtube faridayuliani.fy/Teluk Dalam House).



Ruang Tamu
Masih jelas terbayang dalam ingatan ada dua set kursi di ruang tamu, meskipun lima puluh lima tahun telah berlalu dan pada saat itu aku masih berusia lima tahun, kalau ada tamu dan melihat aku dan Bang Herman, maka akan berkomentar: “Abangnya putih, tetapi adiknya agak hitam ya, seperti papanya”. 

Mendengar itu, aku sembunyi di balik kursi dan ketika tamu itu ke belakang, kuminum sampai habis minumannya dan ketika dia kembali ke tempat duduknya, dia pun heran melihat minumannya habis. Dari dalam kamar dekat ruang tamu aku tertawa kesenangan karena tadi dia mengejekku, hehehe.... ternyata indah untuk dikenang dan menempel di otakku sampat saat ini.

Terbayang kenangan indah di ruang tamu

Ruang Makan
Mama dan adik-adik bercerita di ruang makan dengan Ibu Girsang, ketika aku merekam video dan Nina istri Bang Herman mengambil foto-foto kami. Ingatanku kembali ke masa lalu, di ruang makan juga ada dua set meja dan enam kursi makan. 

Yang paling berkesan adalah terbayang ketika aku naik memakai kursi untuk mengambil “coklat muisjes” dalam kaleng di lemari makan, makanan kesukaan kami berdua dengan Bang Herman.

Aku dan Bg. Herman di ruang makan

Kamar Tidur Tamu Anak
Dari ruang makan kami masuk ke kamar tidur tamu anak, aku bertanya kepada Bang Herman: “Abang ingat dulu kita bermain dokter-dokteran?”, dia tertawa karena selalu membodohi aku dengan menjadi pasien dan aku menjadi dokter, lalu bolak balik dia minta obat yaitu “coklat muisjes” yang kuambil dari dalam lemari. Bodohnya aku waktu anak-anak ya?, namun indah untuk dikenang.
 
Teringat bermain dokter-dokteran

Kamar Tidur Anak
Kamar tidur ada empat, dua di sebelah kiri terdiri dari kamar tidur utama dan anak, lalu dua kamar tidur tamu di sebelah kanan.  Aku mengajak mama bakodak di depan jendela kamar tidur anak yang tingginya sekitar 2,5 meter, masih seperti dulu hanya sekarang memakai jerajak. Teringat dulu aku dan Bang Herman bermain-main, loncat dari jendela karena tidak berjerajak.


Aku dan mama di depan jendela yang
sekarang berjerajak

Kamar Tidur Tamu Utama
Terekam jelas dalam ingatan, ketika aku dan Bang Herman masuk ke kamar tidur tamu, dahulu di ruangan ini terdapat tempat tidur enam kaki dan ada satu buah lemari obat ukuran dua pintu.  Aku teringat kalau kami sakit demam, akan datang Mantri ke rumah untuk menyuntik, kecuali perlu opname, maka akan dikirim ke R.S. Katarina, Kisaran. 


Gaya kami bercerita tentang lemari obat

Sekarang tidak ada lagi tempat tidur karena sudah menjadi ruangan kerja Bpk. Girsang dan sebagai kenang-kenangan kami bakodak lagi dengan berbagai gaya, juga di depan pintu besar yang tingginya sekitar tiga meter menuju teras samping.

Di depan pintu setinggi tiga meter menuju teras

Teras Samping 
Dari kamar tidur tamu kami bergerak ke teras samping dan melihat ada bapak mertua Bu Girsang sedang duduk rehat minum teh. Kami pun bersalaman dan bercerita sebentar sambil duduk-duduk.

Terbayang lagi ke masa lalu ketika aku dan mama  duduk di teras, lalu aku mengutip bunga-bunga kamboja warna merah jambu yang berjatuhan di tanah dan menggosok tumit kaki mama, tetapi sekarang tidak ada lagi pohon bunga kamboja di depan teras.




Terbayang ketika menggosok tumit mama
dengan bunga kamboja di teras samping


Halaman luas
Aku memandang ke halaman yang luas, dahulu ditumbuhi banyak pohon-pohon dan yang kuingat adalah pohon jambu klutuk, asam (lime), bunga raya, anggrek kalajengking, bunga mawar. 

Teringat dulu ada tukang kebun, aku memanggilnya “wak Rustam” dan yang paling berkesan kalau dia sedang istirahat di bawah pohon membuka rantang makan siang, aku mendatanginya tanpa sepengetahuan mama dan aku ikut makan di tutup rantang dengan lauknya tumis kacang panjang dan sambal ikan asin, hehehe.... congoknya aku ya?

Berkesan mengenang makan di tutup rantang

Ruangan belakang
Ruangan belakang terpisah oleh lorong dari rumah induk. Masih seperti yang dulu, ada dapur, gudang, kamar tidur asisten rumah tangga, teringat akan Bik Giyem dan Wak Noyo (pasutri)  kalau berantam, kejar-kejaran pakai kayu bakar untuk memasak. 

Di belakang dapur dulu ada pohon arbei, kami suka memetik dan langsung memakan buahnya yang sudah masak hitam warnanya dan manis. Ada juga pohon kedondong, kami memakannya tanpa dikupas tetapi menjepitnya di pintu.


Lorong menuju ruang belakang


Terbayang di halaman depan gudang, ada seekor anjing dirantai untuk menjaga rumah, Bang Herman dulu pernah digigit anjing karena anjingnya tidak mau makan, lalu Bang Herman menyepak piring kaleng tempat makannya. Terlintas juga dalam ingatan, di samping kanan halaman belakang ada jalan pintas menuju kantor papa.

Masih ada tangki air di tempat yang sama

Garasi, Mobil Plymouth 
Terpisah dari ruangan belakang, aku melihat garasi mobil dan terbayang mobil Plymouth warna hijau muda yang dipakai untuk mengantar dan menjemput kami ke sekolah taman kanak-kanak di Sei Dadap, Kisaran. 

Sekitar enam bulan yang lalu, Bang Herman sengaja berfoto dengan mobil Plymouth warna hijau di Museum Angkut, Batu, Malang dan mengupload fotonya di facebook, lalu mengirimkannya kepada kami untuk menguatkan agar bisa bernostalgia ke Teluk Dalam.



Bg. Herman dengan mobil Plymouth di Museum Angkut


Mobil Land Rover
Begitu juga dengan mobil dinas papa yaitu mobil Land Rover yang mengantarkan aku sampai di Kisaran kalau selesai liburan sekolah, lalu dititip ke kawan papa yang akan pulang ke Medan.

Sejak tahun 1964 aku dan Bang Herman pindah ke Medan karena masuk SD di Methodist, Hang Tuah Medan, tinggal bersama nenek di Jalan Babura, Medan. Kami pulang ke Teluk Dalam, kalau liburan sekolah saja. Tahun 1965 papa dan kami semua pindah ke Medan akibat suasana rusuh G30S PKI.
  

Mobil Land Rover
(foto cintamobil.com)


Mama dan Bu Girsang
Selesai berkeliling dari muka sampai ke belakang, kami pun pamit dan mengajak Bu Girsang untuk berfoto bersama di tangga pintu masuk ruang tamu. Mama dan Bu Girsang juga berfoto berdua, istri Manager “zadul” dan “zaman now”.

Mama dan Bu Girsang


Foto bersama di tangga pintu masuk

Kolam besar dan bunga teratai
Ketika memandang ke halaman depan aku terbayang dan berkata kepada mereka: “Dulu di situ ada kolam besar dan bunga teratai, kemudian Bang Herman bilang: “ Di kiri dan kanan kolam ada patung singa”. Sekarang tidak ada lagi kolam teratainya. 

Terbayang kolam teratai
(foto ilmubudidaya.com)

Tempat Hendra dan keluarga berfoto
bekas kolam teratai 

Pohon saga
Aku terkenang juga dengan “pohon saga” di halaman depan samping kanan yang mengingatkan bagaimana senangnya aku mengutip buah saga warna merah yang berserakan di halaman.

Buah saga (foto shopee.co.id)


Pohon karet dan buah para
Sekitar tujuh meter dari pohon saga, terdapat kebun karet. Aku dan Bang Herman suka bermain-main di kebun karet, mengutip buah para. Begitu juga kami memetik jamur yang tumbuh di pohon karet yang tumbang. Seingatku mama memasaknya dan enak rasanya. 

Masya Allah, semua yang berkesan di masa kanak-kanak, terbayang indah dan melintas bagaikan menonton film sepuluh episode, hehehe......

Ini loh buah para
(foto biji.org)

Pohon karet
(foto kompasiana.com)


Alhamdulillah sangat bahagia bisa napak tilas setelah 55 tahun kemudian atas jasa adik kami yang mempunyai link pertemanan yang bagus di Perkebunan Sawit. Terima kasih banyak dik Hendra yang telah membawa kami bernostalgia ke rumah masa kanak-kanak di Teluk Dalam. Semuanya membangkitkan kenangan indah dan membekas sampai saat ini. 

Kami sangat bahagia bisa napak tilas

Hal yang kami alami di atas sesuai dengan “pendapat Dr. Renee Spencer" dan diperkuat oleh penemuan para peneliti bahwa manusia cenderung melihat peristiwa masa lalu dengan kacamata serba indah dan menyenangkan yang berpengaruh positif pada emosi serta bagus untuk kesehatan (Psikolog Timothy Ritchie dan rekan-rekannya).