Rabu, 27 November 2019

ANNUAL CONVENTION KUCHING 2011 & OBJEK WISATA

KUCHING (Bagian Pertama)


Sejak tahun 2010 aku join dengan Titanium Toastmasters Club, beberapa kali mengikuti Convention yang diadakan dua kali dalam setahun dengan tempat yang berbeda-beda sesuai jadwal tiga Negara (Indonesia, East Malaysia dan Brunei)  yang tergabung dalam District 87. Hal yang paling menyenangkan mengikuti Convention adalah sekalian bisa ikut tour ke objek wisata

Alhamdulillah aku punya blog karena kisah perjalananku bisa kurangkum dalam tulisan meskipun sudah delapan tahun berlalu. Yok guys ikuti kisah perjalanan kami ke Annual Convention, Kuching 2011 dan objek wisata.


Aku n sis Irna numpang gaya

KLIA 2
Kami rombongan tiba di Kuala Lumpur International Airport 2 (KLIA 2) pada malam hari. Ketua rombongan Adly sengaja mengatur waktu untuk menginap di airport bukan di hotel karena keesokan harinya sehabis subuh akan lanjut berangkat ke Kuching. Aku dan sis Irna ‘sok-sokan’ ikut rombongan anak muda tidak ikut menginap di hotel transit sebagaimana beberapa teman kami yang sudah berkeluarga.


Kami tiba di KLIA 2

Pada waktu jam tidur, aku dan sis Irna pergi ke ruang sholat di airport, heee... ternyata dikunci dan banyak penumpang tidur bergelimpangan di depan ruang sholat, begitu juga kursi-kursi penuh dengan orang tidur. Akhirnya kami berdua mencari lapak yang aman dan pashmina yang tadinya untuk bergaya berubah fungsi menjadi alas lantai untuk tidur, ya.... lumayanlah untuk luruskan badan, tidur-tidur ayam. Pengalaman ini merupakan yang pertama dan terakhir bagiku, tak cocok kurasa mengikuti pola anak muda kalau untuk urusan tidur, hahaha....


Kuching
Kuching adalah ibukota Sarawak, Malaysia, terletak di Sungai Sarawak di ujung barat daya negara bagian Sarawak di  pulau Kalimantan (wikipedia.org).

Konon kisahnya ketika kedatangan James Brooke seorang petualang Inggris tahun 1839 memberikan nama bandar ‘Kuching’, berasal dari kata “cochin” bahasa China yang artinya pelabuhan.  Teori lain mengatakan bahwa namanya diambil dari nama ‘buah mata kucing’ yang banyak tumbuh di kawasan Malaysia dan Indonesia (sejarah.my).



Riverside Majestic Hotel
Acara Convention diadakan di Riverside Majestic Hotel yang terletak di Jalan Tunku Abdul Rahman, Kuching, Sarawak. Hotel berbintang empat ini berada di tengah kota yang letaknya strategis, di sebelahnya terdapat Riverside Shopping Complex dan di seberang terlihat sungai Sarawak dari jendela kamar hotel.


View dari jendela kamar hotel

Kuching Waterfront
Begitu check-in hotel, sis Irna langsung merebahkan badan sejenak. Aku ikut dengan beberapa teman-teman jalan kaki hanya lima menit ke Waterfront, merupakan ikon pariwisata yang terkenal di negara bagian Sarawak.  


Aku n Mela di Waterfront

Taman di Waterfront asri dan bersih, dilengkapi dengan kursi taman. Terdapat aneka jajanan makanan dan souvenir.  Aku bakodak di taman dan di depan salah satu  ikon bangunan yang terkenal di tempat wisata Kuching yaitu gedung Dewan Undangan Negeri Sarawak di seberang sungai.  Sis Irna keesokan harinya bakodak di sini.  

Taman asri dan bersih


Aku dan sis Irna di seberang Gedung
Dewan Undangan Negeri Sarawak 




Ada sebuah kapal wisata yaitu “Sarawak River Cruise” yang sedang sandar di tepi sungai, tetapi berhubung waktu yang belum tepat untuk naik, aku dan Mela cukup bahagia bergaya saja dulu ya.

Cukup bahagia bergaya 

Cat Museum
Museum kucing ini dimiliki oleh Dewan Bandaraya Kuching Utara (DBKU) didirikan pada tahun 1993. Letaknya di Jalan Semariang, Petra Jaya, Kuching, Sarawak, Malaysia. Sekitar 20 menit dari Waterfront (wikipedia.org).


Kami di halaman Cat Museum

Setelah berkeliling di Waterfront kami kembali ke hotel dan bergabung dengan teman-teman menuju Cat Museum.  Bakodak dulu di halaman gedung selagi cuaca cerah. 

Kami mengitari museum yang dipenuhi aneka ragam patung kucing. Setiap ada angle yang menarik, kami berhenti dan bakodak rame-rame. Di depan salah satu gambar kucing, aku bergaya ala kucing menerkam.

Rame-rame bakodak




Gayaku

Melihat tulisan “Welcome to DBKU Cat Museum”, kami semua berebut memasukkan wajah kami di beberapa patung kucing yang tersedia sambil tertawa bahagia bagaikan anak kecil.


Berebut memasukkan wajah

Welcome Night
Welcome Night adalah acara yang menyenangkan, temu ramah dengan semua peserta Convention dari tiga negara. Pada kesempatan ini semua divisi menampilkan acara yang sudah dipersiapkan jauh hari sebelum  hari H, sesuai jadwal yang disusun oleh panitia. 

Kami Division H menampilkan sebuah tarian dengan dress code putih dilengkapi ulos. Setelah itu ada acara untuk berkenalan satu sama lain dengan seluruh peserta, dinner dan acara bebas bergoyang ria.


Dress code putih plus ulos

Tarian dari Division H

Merupakan suatu kehormatan ketika seorang leader tertinggi di District 87, Mr. Md. Ariff Azahari (District Govenor) ikut jongkok bakodak bersama kami.


Bersama Mr. Md.Ariff Azahari(District Governor)

Opening Ceremony
Registrasi peserta dimulai pukul 7 pagi dan lanjut “Opening Ceremony”. Berbaris  pembawa bendera Indonesia, East Malaysia dan Brunei memasuki ruangan diikuti para petinggi Toastmasters berjalan di karpet merah memasuki ruangan dan disusul lagu kebangsaan masing-masing negara. Biasanya Opening Ceremony resmi dibuka oleh tamu undangan dari petinggi pemerintahan setempat.



Educational Sessions
Acara dimulai dari pukul 8 pagi hingga 5 sore. Narasumber atau Speaker biasanya dipilih oleh panitia dari “Toastmasters World Champion of Public Speaking” atau Toastmasters International President. Banyak ilmu “communication and leadership skill” diperoleh dalam mengikuti sesi acara ini.

Kami bersama Mark Hunter
(World Champion Speaker)


Aku sangat terkesan ketika International Speaker tampil memukau di atas panggung menggunakan kursi roda..

Beliau bernama Mr. Mark Hunter, juara dunia, "2009 Toastmasters World Champion of Public Speaking". Mr. Mark Hunter adalah Kepala Sekolah Dasar di Brisbane yang berjuang melanjutkan mengajar setelah mengalami kecelakaan permainan ski air pada usia 22 tahun dan telah duduk di kursi roda selama 36 tahun. 

Kecelakaan ini membuatnya terpuruk dan telah merubah cara pandangnya terhadap dunia. Namun berkat kegigihannya, ia mampu mengatasi keterbatasannya sebagai penyandang disabilitas dan definisinya tentang cinta yang unik membuatnya bangkit kembali beraktivitas dalam dunia yang disenanginya yaitu mengajar dan public speaking. Mr. Mark Hunter berhasil menjadi World Champion Speaker dan Trainer/Coach yang profesional (mediacenter.toastmasters.org).

Mark Hunter juara dunia
yang memukau

Perahu di Waterfront
Pada waktu istirahat di acara Educational Sessions, aku dan sis Irna menyempatkan berjalan-jalan ke Waterfront, duduk mengaso dan bakodak. Kami sempatkan juga ke  toko-toko sekitarnya melihat souvenir dan tanda sah sudah ke Kuching, kami membeli T-shirt dan tas gambar kucing. 

Kami mengaso n bakodak



Ketika akan kembali ke hotel terasa kaki sudah letih berjalan, tetapi ada Adly yang bijak mengajak kami naik perahu/sampan yang khusus disediakan untuk turis menyeberangi sungai Serawak. Selamat tiga orang turis dari Medan naik sampan dari Waterfront kembali ke hotel hanya membayar 1RM/orang. Sebagai barbuk tanda kesenangan bakodaklah kami.

Aku n Adly yang bijak

Turis Medan naik sampan

Gala Night
Setelah lebih dari setengah hari mengikuti acara Educational Sessions, dilanjutkan pukul 7.30 malam Gala Night adalah acara yang meriah karena sudah saling kenal sesama peserta. Paling seru waktu acara dinner, lihat dulu daftar menu berapa macam makanan yang akan disajikan agar tahu mengisi perut.

Gala Night





Paling meriah waktu “Award Presentation” pembagian piagam untuk para anggota, club dan divisi yang meraih prestasi. Adly dan sis Irna menerima award 'President Distinguished Club'. Selamat ya Presiden Deli Toastmaster Club dan Titanium Toastmaster Club periode  2010 - 2011.

Adly n Sis Irna menerima Award
President Distinguished Club



Aku n sis Irna
(Presiden Titanium TMC)


Aku n Adly
(Presiden Deli TMC)

Toastmasters Speech Contests
Ada dua contest yang diadakan di Kuching Convention 2011, yaitu:  International Speech Contest dan Table Topic Contest merupakan kompetisi antar divisi yang tergabung dalam District 87. Dari semua divisi yang bertanding akan dipilih tiga orang pemenang (1, 2 dan 3). The first winner akan mewakili District 87 untuk bertanding di Toastmasters International memperebutkan “World Champion”.

Steven Guntur mewakili Division H dari Medan harus puas menerima keberhasilan berkompetisi sebagai Pemenang ketiga International Speech Contest dan Table Topic Contest. Kami juga ikut bangga karena bukan hal yang gampang untuk memperebutkan kejuaraan bergengsi level District. Selesai pembagian “trophy” kepada para juara, acara Convention resmi ditutup dan makan siang bersama.

Steven Guntur Pemenang Ketiga



Cat Statue
Cat Statue merupakan salah satu objek wisata terletak sekitar 50 meter dari hotel kami menginap. Ketika bersiap-siap akan berangkat ke airport, aku bakodak sekelak di sini memakai kaos baru lengan panjang gambar kucing, hehehe....


Cat Statue

Begitulah kisah perjalanan kami di Kuching selama lima hari mengikuti Kuching Convention dan menjelajah ke beberapa objek wisata.

Aku mendapat ilmu dan pengalaman “Public Speaking dan Leadership Skill” selama mengikuti Convention tetapi harus belajar lebih banyak lagi dari para senior, juga belajar menjadi ‘pendengar yang baik’  sehingga kita bisa menghargai kelebihan orang lain dan mengoreksi kekurangan diri sendiri. 

Hal ini sesuai dengan salah satu quote: “One of the most sincere forms of respect is actually listening to what another has to say.” (Bryant H. McGill).
 
Pulang mendapat ilmu n pengalaman


Alhamdulillah tahun 2015 aku mendapat kesempatan lagi untuk mengikuti Conference di Kuching dan kupergunakan untuk menjelajah objek wisata yang belum sempat kami kunjungi.  Sabar ya.... menyusul akan kuceritakan kisah perjalananku pada Kuching-Bagian Kedua.

Kamis, 14 November 2019

SEHARI PENUH KE WISATA BAHARI & MONUMEN TSUNAMI ACEH 2004



Kita semua tahu bahwa gempa bumi dan Tsunami Aceh yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 menimbulkan duka Indonesia. Dahsyatnya peristiwa Tsunami Aceh hingga kini masih menyisakan berbagai cerita.  Bagiku ini merupakan perjalanan pertama kali ke Aceh setelah peristiwa Tsunami bersama team Medan Conference 2013 sebagai lanjutan perjalanan kami dari Sabang sebagaimana kisah sebelumnya Sabang (Bagian Kedua). Yok guys ikuti perjalanan kami selama sehari penuh di Banda Aceh.

Pelabuhan Balohan Sabang
Kami berangkat dari Balohan Sabang menuju Ulee Lheue Banda Aceh naik ferry cepat sekitar 45 menit. Sebelum berangkat aku dan sis Irna bakodak dulu di ruang tunggu dengan latar belakang peta tourism object, tertera 09.14 am.


Aku dan sis Irna di Balohan Sabang


Masjid Baiturrahim Ulee Lheue
Masjid ini adalah salah satu masjid bersejarah di Provinsi Aceh, Indonesia. Terletak di Ulee Lheue, Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh merupakan peninggalan Sultan Aceh pada abad ke-17. Ketika terjadi Tsunami 26 Desember 2004 telah meratakan seluruh bangunan di sekitar masjid dan satu-satunya bangunan yang tersisa dan selamat adalah Masjid Baiturrahim, sehingga masyarakat Aceh sangat mengagumi masjid ini sebagai simbol kebesaran Tuhan (wikipedia.org).


Masjid Baiturrahim

Begitu tiba di Pelabuhan Ulee Lheue, kami menuju Masjid Baiturrahim dan aku langsung bakodak dari jalan agar kelihatan jelas masjidnya.  Ada beberapa foto-foto peristiwa Tsunami dipajang di masjid ini. 


Masjid Baiturrahim

Aku dan foto-foto Tsunami Aceh
Kami yang muslim melakukan shalat tahiyatul masjid dan teman-teman yang non muslim juga boleh masuk di teras masjid dengan berpakaian sopan dan memakai kerudung.  Beberapa dari kami berfoto sebelum meninggalkan masjid.

Kami di Masjid Baiturrahim

Kuburan Massal Ulee Lheue di RSUD Meuraxa
Kuburan massal ribuan korban bencana Tsunami 2004 berada di halaman bekas Rumah Sakit Umum Meuraxa yang rusak parah terkena hempasan gelombang laut. Tidak ada nisan di sana karena sulitnya mengenali korban dan terbatasnya waktu. Bangunan rumah sakit masih terlihat dan sengaja dibiarkan apa adanya untuk mengenang peristiwa dahsyat (disbudpar.acehprov.go.id).


Foto Kuburan Massal Meuraxa
dari dalam bus

Terasa pilu dan syahdu ketika kami memasuki areal kuburan massal meskipun tidak terlihat ada nisan pada hamparan rumput hijau yang luas di halaman rumah sakit dan terlihat lebih jelas ketika kuambil photonya dari dalam bus.


RSUD Meuraxa rusak parah
Kami berkeliling melihat keadaan rumah sakit yang rusak parah dan tinggal rangka bangunan yang berwarna hitam sebagai saksi bisu betapa dahsyatnya peristiwa Tsunami 2004.  


Rangka bangunan saksi bisu

Disekitar bangunan rumah sakit juga terasa senyap dan aku membayangkan betapa tingginya terjangan Tsunami yang menghancurkan bangunan rumah sakit ini. Kami mengambil beberapa foto di sini dan di gerbang pintu masuk kuburan massal.

Membayangkan tingginya terjangan Tsunami

Pintu masuk Kuburan Massal

PLTD Apung 
PLTD Apung terletak di Punge Blang Cut, Jaya Baru, Banda Aceh, merupakan kapal generator listrik milik PLN di Banda AcehIndonesia dan saat ini dijadikan objek wisata edukasi, yang dikenal dengan nama "Kapal Apung". Luas kapal ini sekitar 1.900 meter persegi, dengan panjang mencapai 63 meter dan bobot 2.600 ton. 

Sebelumnya kapal ini berada di laut  tepatnya di pelabuhan penyeberangan Ulee Lheuh, akibat gempa bumi dan gelombang tsunami setinggi 9 meter pada hari  Minggu 26 Desember 2004 sekitar pukul 8:45 WIB kapal ini terseret 5 km ke daratan  tempat berdirinya sekarang (wikipedia.org).





Aku dan Indri memasuki PLTD Apung


Subhanallah begitu melihat kapal PLTD Apung yang sangat besar terdampar di tengah kota Banda Aceh, kami langsung bakodak ketika berjalan memasuki areal yang luas, juga di depan prasasti informasi tentang PLTD Apung. 



Prasasti PLTD Apung
Melihat teman-teman sudah menaiki tangga memasuki kapal, aku dan sis Irna juga ikut menaiki kapal mulai dari lantai satu, berhenti melihat dari celah-celah jendela kapal keadaan ruangan tertutup yang gelap dan ada barang-barang berserakan.  Kemudian lanjut naik ke lantai dua dan bakodak sekelak di tangga.

Di tangga PLTD Apung
Bahagia rasanya berhasil naik tangga sampai ke lantai paling atas dan terlihat bendera merah putih berkibar dengan megahnya, bakodak lagi. 
Merah Putih berkibar di  lantai paling atas


Melihat kemudi kapal aku tertarik menggunakannya untuk bergaya, juga dengan Ali Gea yang lebih muda dari usia anakku sebagai “barbuk” keberhasilan omak-omak naik turun tangga.


Aku dan Ali Gea di lantai atas kapal

Ada momen yang paling kuingat sewaktu menunggu di dalam bus ketika akan meninggalkan PLTD Apung, aku belum melihat sis Irna. Begitu kulihat dia datang meninting dua plastik jajanan yang dibeli di pintu masuk, aku “baper” akan dikasih satu, heee.. terpaksa nelan liur karena tanpa basa basi menawarkan langsung sapu bersih dilahap tak bersisa rujak Aceh yang terlalu enak untuk dibagi-bagi katanya. Begitulah kalau muncul sisi childish sis Irna dan sampai saat ini kami terkekeh-kekeh kalau mengingat kejadian ini.

Terlalu enak rujak Aceh ya sis Irna

Pantai Lhoknga, Aceh Besar
Pantai Lhoknga dikenal dengan lapangan golf hingga ke taman tepi laut setelah Komplek Semen Andalas dan aktivitas surfing serta memancing. Khusus untuk selancar, ombak Pantai Lhoknga yang besar dan garang telah terkenal di kalangan komunitas selancar internasional (www.Indonesiakaya.com).


Pantai Lhoknga

Kami berada di Pantai Lhoknga sekitar pukul 13.07 WIB. Di sini kami tidak mandi hanya menikmati indahnya pantai yang cerah disinari teriknya matahari dan irama ombak laut biru yang bergulung ke pantai, menambah keceriaan kami bakodak-kodak.


Keceriaan kami di Pantai Lhoknga


Pantai Lampuuk
Pantai Lampuuk terletak di Lhoknga, Aceh Besar memiliki hamparan pasir putih yang indah dan lembut. Air lautnya sangat jernih berwarna biru kehijauan dan ombak yang cukup besar cocok untuk berselancar.  Di sekitar Pantai Lampuuk juga disediakan tempat-tempat jualan aneka makanan dan minuman serta penginapan yang ekonomis semakin memanjakan para wisatawan (pedomanwisata.com).

Pantai Lampuuk (foto Google)
Adly membawa kami ke Pantai Lampuuk khusus untuk menikmati seafood yang memang lezat. Kami duduk di pondok-pondok menghadap ke laut lepas dan terasa hembusan angin yang menambah lahap santap siang kami, sehingga bersih semua menu yang disajikan.

Pondok Pantai Lampuuk
(foto viva.co.id)

Selesai santap siang, kami shalat di mushola yang tersedia. Melihat jejeran pohon cemara di depan mushola, menggodaku untuk bakodak serasa di Luar Negeri gitu loh, hehehe...


Aku dan Dameria serasa di Luar Negeri

Museum Tsunami
Museum Tsunami di Banda Aceh ini dirancang oleh arsitek asal BandungJawa BaratRidwan Kamil merupakan desain yang memenangkan sayembara tingkat internasional yang diselenggarakan pada 2007 dalam rangka memperingati musibah Tsunami 2004. Bangunan seluas 2.500 m2 tersebut berkonsep Rumoh Aceh on Escape Hill  terdiri dari empat lantai dan dari atas atapnya membentuk gelombang laut dengan referensi utamanya adalah nilai-nilai Islam, budaya lokal, dan abstraksi tsunami (wikipedia.org).

Atapnya membentuk gelombang laut
(foto sharealltime)

Selain perannya sebagai tugu peringatan bagi korban tewas, museum ini juga berguna sebagai tempat perlindungan dari bencana semacam ini pada masa depan, termasuk "bukit pengungsian" jika tsunami terjadi lagi (wikipedia.org).


Museum Tsunami Aceh
Masya Allah luasnya museum yang monumental ini. Ketika memasuki area museum, kita akan melewati sebuah lorong yang gelap dan dingin diiringi suara gemuruh air bagai tsunami. 

Pada salah satu ruangan yang luas diterangkan terjadinyaTsunami 2004 dan gambar-gambar yang mengekspresikan peristiwa yang dahsyat itu, aku tertarik berfoto pada gambar perahu terdampar di atap sebuah rumah di daerah Lampulo karena kami tidak sempat berkunjung untuk melihatnya langsung.

Foto perahu terdampar di atas rumah
Sis Irna dan Adly di dalam Museum
Waktu kami terbatas sehingga kurang puas rasanya untuk mengamati seluruh ruangan yang penuh dengan peristiwa Tsunami Aceh 2004. Ketika ke luar dari sebuah ruangan, kami melewati jembatan yang di atasnya tertera puluhan bendera kecil dari 52 negara yang telah memberikan bantuan kepada para korban tsunami.


Terlihat  di atas bendera 52 negara

Museum Tsunami Aceh yang buka mulai pukul 09.00 – 17.00 WIB ramai dikunjungi wisatawan domestik dan asing. Sejak masuk aku sudah mau bakodak di depan tulisan museum tapi penuh pengunjung, hee... sampai ke luar juga masih ramai.

Museum ramai dikunjungi wisatawan

Replika Pesawat Seulawah RI-1 
Terletak di Blang Padang sebagai salah satu tempat wisata di Banda Aceh yang cukup populer. Replika pesawat ini dibuat untuk mengenang jasa masyarakat Aceh yang menghimpun sumbangan 20 kg emas setara SGD 120.000 untuk membeli Pesawat Dakota Seulawah RI-1 yang menjadi cikal bakal pesawat Garuda Indonesia dan berjasa di awal pembentukan Republik Indonesia 1948. 

Seulawah artinya “Gunung Emas”. Saksi bisu Pesawat Seulawah RI-001 (asli) berada di halaman Anjungan Aceh Taman Mini Indonesia Indah sejak 1975 (kebudayaan.kemdikbud.id).

Taman tempat Replika Pesawat Seulawah RI-1 banyak dikunjungi orang untuk melihat monumen bersejarah ini dan penduduk setempat juga melakukan olah raga jalan kaki dan lari  berkeliling di taman tersebut. Sebagai ‘barbuk’ aku juga ikut bangga bakodak di bawah Replika Pesawat Seulawah RI-1.

Aku dan Replika Pesawat Seulawah RI-1


Masjid Baiturrahman
Setelah berkeliling seharian penuh, menjelang pulang ke Medan kami sempatkan untuk shalat Isya di Masjid Raya Baiturrahman yang megah sebagai rasa syukur dan mohon keselamatan dalam perjalanan. Sekitar pukul 21.30 WIB bus berangkat kembali ke Medan dan Alhamdulillah setelah 12 jam menempuh perjalanan tiba di kantor Adly (titik kumpul) sekitar pukul 10.00 WIB.


Malam hari di Masjid Baiturrahman


Inilah kisah perjalananku bersama team Medan Conference 2013 berkunjung ke objek wisata bahari Banda Aceh yang indah dan monumen bersejarah peristiwa Tsunami Aceh 2004 yang banyak dikunjungi para wisatawan domestik dan mancanegara. 

Khusus Masjid Raya Baiturrahman yang selamat dari terjangan Tsunami dan tetap berdiri kokoh sebagai bukti kekuasaan Allah, dijadikan icon Aceh, setelah direnovasi.



Masjid Raya Baiturrahman icon Aceh
(foto.steemit)

Dari kunjungan ini kita belajar muhasabah diri dan semakin yakin akan kebesaran Allah bahwa ada hikmah dibalik musibah. 

Sebagaimana bunyi ayat “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” Al-Hadid/57:22 (www.dakwahtuna.com).